Jurnal Cemas #1

Hari sudah berganti, tapi kamu tiba-tiba datang lagi menyapa. Jadi, baiklah, kali ini aku akan membalas sapaanmu dengan baik.
.
Halo, kecemasanku! 
Aku belum lama menyadari keberadaanmu, padahal sepertinya kamu sudah menyertai jauh sejak dulu kala, bahkan sejak aku masih kanak-kanak. Entah bagaimana awal mulanya, kamu bisa tumbuh dengan baik di dalam diriku, lalu semakin hari semakin besar dan mulai mengganggu keseharianku. Alhamdulillah, aku segera menyadari keberadaanmu. Terimakasih pada para pegiat #mentalhealth yang tulisan-tulisannya sudah menyadarkanku akan keberadaanmu.
.
Awalnya, aku sangat membencimu. Aku sangat tidak suka setiap kali kamu hadir, membuatku kacau, tak bergairah, sedih, bahkan akhir-akhir ini kamu berhasil membuat asam lambungku naik, jantungku berdebar lebih cepat, sesak nafas, hingga sulit tidur. Ah kacau sekali rasanya setiap kali merasakan kehadiranmu. Biasanya aku menahan diri agar kamu tak muncul, tapi kadang kala kekuatanmu besar sekali hingga akhirnya pertahanan ku runtuh. Ya, aku kalah. Hanya saja, setelah membaca lebih banyak, juga memutuskan mendapatkan konseling dari psikolog, sepertinya menghindari dan membencimu bukan cara yang baik untuk berdamai denganmu. Jadi, hari ini, aku memutuskan untuk membalas kehadiranmu dan menerima kehadiranmu.
.
Sejujurnya, aku berterimakasih atas kehadiranmu. Kata psikolog yang memberiku konseling, kehadiranmu dalam hidupku adalah hal yang normal. Kamu berusaha menjagaku agar tetap waspada, awas, terjaga, dan siap menghadapi bahaya. Hanya saja, kehadiranmu mulai melebihi batasannya. Beliau bilang, kehadiranmu harus berada dalam batas tertentu agar bisa berdamai denganku. Tapi melihat kondisiku, kata beliau, kamu mulai melewati batas. Kamu hadir terlalu sering, terlalu kuat, bahkan ketika tak ada ancaman bahaya di hadapanku. Kamu terlalu mendominasi jalan pikiranku, lalu mulai mengacaukan tubuhku.
.
Hei, kecemasanku! Sekarang, aku sudah menyadari keberadaanmu. Apa yang sebenernya membuatmu muncul malam ini? Maukah kamu sedikit bercerita? Kamu harus memberitahuku apa yang memanggilmu datang supaya aku bisa mengendalikannya semampuku.
.
Ah, ternyata tentang hal itu. Kehilangan dan sakit. Ya, dua hal itu memang menjadi suatu hal yang sangat aku takutkan. Padahal nyatanya, di dunia ini, tidak ada satupun yg kita miliki, bahkan raga kita sekalipun. Semua hanya titipan dan bisa hilang dalam sekejap jika Allah berkenan mengambilnya. Tapi, aku manusia biasa, wajar sekali bila kamu terpanggil ketika dua hal itu muncul di pikiranku. Pikiran semacam bagaimana jika aku sakit? Bagaimana jika orang tuaku sakitt lalu pergi? Aku harus bagaimana? Aku belum siap. Semuanya muncul di kepalaku dan pada akhirnya sukses membuatku menangis. Dan pikiran-pikiran itu lah bentuk "nyatamu". Tentang hal itu, tentu saja itu di luar kuasaku. Tapi, kamu dan aku harus sadar, bahwa hidup mati manusia ada di tangan Allah. Masa depan milik Allah. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah menyadari bahwa kita hidup di saat ini, memaksimalkan waktu yang kita miliki, menikmati kebersamaan dengan keluarga kita. Jangan sampai kamu membuatku terkurung dalam pikiranku sendiri dan melewatkan banyak hal yang terjadi saat ini. Itu adalah hal paling membahayakan dari kehadiranmu. Lupa untuk hadir di masa kini.
.
Hei, kecemasanku. Untuk malam ini, tolong sudah dulu yaa... Tenang. Aku akan membantumu kembali ke batas normal dengan mengolah nafas. Ah semoga tulisanku ini juga membantumu untuk kembali ke batas normal. Ingat, aku sudah menyadari kehadiranmu. Mulai hari ini, setiap kamu datang, aku akan menyapamu lalu mendengarkan emosi apa yang membuatmu hadir. 
.
Ku harap kamu bekerja sama untuk berdamai. Sungguh aku lelah sekali jika hidup terus berperang denganmu. Tolong ya, kecemasanku!

.

Bms
300420

Komentar