Bertahan

Belakangan, hari-hari terasa semakin berat. Aku merasa sendirian, walaupun aku tahu bahwa aku tak pernah sendirian selama ada Allah di hatiku. Tapi, tetap saja.

Semakin hari aku semakin sadar, bahwa tidak ada tempat bergantung lagi kecuali Allah, lalu diriku sendiri. Jadi, aku hanya berusaha bertahan dengan mendekap erat-erat diriku yang seringkali terguncang bahkan hanya karena senggolan ringan.

Sejak dulu, aku jarang sekali bicara tentang kesulitanku dengan keluargaku. Padahal harusnya mereka lah orang yang paling tahu tentangku. Tapi, aku tidak bisa melihat mereka kesulitan karena aku. Maka, sahabatku menjadi pelarianku.

Kini, satu per satu sahabatku menikah, lalu menjalani kehidupan mereka sendiri. Aku tak bisa lagi menyulitkan mereka dengan masalahku, meskipun aku tahu mereka tak pernah keberatan mendengar ceritaku. Mereka, pastinya menghadapi lebih banyak masalah daripada aku.

Lalu aku sadar, sekarang aku harus belajar bertahan di atas kakiku sendiri. Agar kelak, ketika semua temanku menikah, dan aku belum, aku sudah biasa menyelesaikan semua masalahku sendiri. Tidak lagi terseok-seok dan menjadi pribadi yang lemah.

Menahan semua beban sendirian, rasanya berat sekali. Tapi banyak orang yang lebih kuat dari ku, tidak mengeluh, dan maju dengan berani menghadapi hidupnya. Jadi, aku rasa aku pun mampu.

Di saat orang-orang di sekitarku memiliki seseorang di sisi mereka (tentu saja, entah seseorang itu halal atau belum untuk mereka, intinya mereka punya seseorang), aku hanya memiliki diriku sendiri (tentu saja, aku punya Allah). Tentu saja kadang kala ada perasaan iri terbit di hatiku. Tapi, aku sudah tahu bagaimana Allah mengatur hal itu, aku sudah belajar, bahkan sejak dulu kala. Bahkan aku sudah pernah melanggarnya. Apakah aku tidak malu jika mengulanginya lagi?

Jika seseorang melakukan kesalahan karena ia tidak tahu, barangkali Allah masih memaafkan karena ketidaktahuannya. Tetapi, saat kamu sudah tahu, dan masih tetap melakukan kesalahan, alasan apalagi yang kamu miliki agar Allah tidak mencatatnya sebagai sebuah dosa?

Aku memang tidak sempurna, tidak suci, tidak seperti namaku yang kata ibu berati suci. Banyak dosa dan kesalahanku. Tetapi setidaknya, aku harus bertahan, agar orang lain tidak menjadi berdosa karena ajakanku, karena kesalahanku. Aku harus bertahan.

"Balasan kesabaran itu surga, bukan sekedar kenikmatan dunia yang fana. Yang nikmat tapi menipu." 

Semoga Allah selalu melindungiku, menguatkanku, dan membersamaiku dalam langkahku. Hanya itu satu-satunya harapanku.

Depok
151219

Komentar