Iri

IRI

Perasaan itu yang timbul setiap kali melihat bagaimana orang lain 'terlihat' begitu dicintai, disukai, diharapkan kehadirannya, dicari saat ketiadaannya, ditangisi kepergiannya.

Betapa hebatnya orang-orang yang hidupnya selalu memberi kesan, tanpa perlu berusaha sangat keras untuk dicintai, disukai, disayangi. Mereka, manusia-manusia yang terlahir untuk dicintai dan disukai secara alami.

Bagaimana dengan aku?
Kehadiranku jarang memberi kesan, tak banyak orang langsung nyaman denganku, kehadiranku tak selalu diharapkan, ketiadaanku tak dicari, kepergianku tak ditangisi.

Sekeras apapun aku berusaha, tampaknya aku masih harus berusaha lebih keras untuk sampai dicintai dan disukai sedemikian rupa. Aku, bukan manusia yang terlahir untuk dicintai dan disukai secara alami.

Lantas aku berpikir, sebanyak apa orang yang mencintai dan menyukaiku saat ini? Siapa yang mengharapkan kehadiran ku dalam hidupnya? Siapa yang mencari ketidak hadiran ku? Siapa yang menangisi kepergianku? Merindukanku, mendoakanku.

Tentu saja aku punya orang tua dan keluarga. Yang paling aku yakini cinta kasihnya, kerinduannya. Bahkan jika seluruh dunia berpaling, aku rasa mereka yang akan kokoh mengiringiku. 

Tentu saja aku punya Allah, yang sudah pasti mengasihi ku. Meski banyak dosaku, meski banyak khilafku.

Aku, hanya penasaran, siapa lagi?

Betapa beruntungnya, mereka yang lahir dapat dicintai dan disukai secara alami, tanpa perlu berusaha sangat keras.

Tapi beruntung pula aku, yang harus bekerja sangat keras untuk dicintai dan disukai. Karena dengan begitu, aku bisa melihat, siapa yang dengan tulus menyukaiku, tulus menjadi temanku, sahabatku. 

Aku, hanya perlu lebih bersyukur dan tak perlu iri.

Depok
130719

Komentar