Dont Judge a Book by Its Cover

dok.pribadi, 2017
- Jangan menilai buku dari sampulnya -

Begitu pepatah bilang. Karena sampul tak selamanya merepresentasikan isi. Meskipun sampul adalah salah satu cara kita menilai buku.

Pun dengan manusia. Jangan menilai seseorang hanya dari luarnya. Jangan menghakimi orang hanya dari keadaan luarnya. Bukankah kita tak pernah benar-benar tahu apa yang tengah dilaluinya? Bukankah kita tak pernah benar-benar merasakan apa yang ia tengah rasakan?

Jujur saja, bukankah kita seringkali hanya menduga-duga? Tak pernah benar-benar menyelami kedalaman perasaan mereka atau mengintip jejak-jejak perjuangan mereka

Seringkali kita dengan mudahnya melontarkan pertanyaan yang sesungguhnya niatnya baik, tetapi bisa jadi menyinggung perasaan mereka. Semacam pertanyaan-pertanyaan :

"Udah dapat kerja? Kok belum dapat kerja juga?"
"Udah ada calon belum? Kok masih jomblo aja?"
"Gimana skripsinya ? Lancar?"

Sungguh, kadang aku pun melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu. Tetapi aku benar-benar ingin tahu bagaimana keadaan mereka, bukan sekedar menghakimi, bukan sekedar "kepo" tetapi karena memang peduli. Ingin berbagi saran, ingin berbagi semangat, barangkali bisa sedikit membantu.

Tapi tak jarang, ada pula yang melontarkan pertanyaan itu  sebagai bentuk nyinyiran, penghakiman, atau sekedar memuaskan nafsu kepo.

Pernahkah kita berpikir apa yang mereka rasakan ketika pertanyaan itu menohok ulu hati mereka dengan sangat keras?

"Udah dapat kerja? Kok belum dapat kerja juga?" 
Pernahkah kita menengok email mereka?Akun jobstreet mereka? Akun-akun web lowongan kerja mereka? Folder dokumen mereka?
Percayalah, mereka sudah sekuat tenaga berusaha, mengirim lamaran lewat berbagai celah, lewat berbagai website, bahkan mungkin lewat pos. Percayalah, mereka berusaha terus tersenyum dibalik kegalauan mereka memikirkan masa depan juga menghadapi nyinyiran orang-orang sekitar. Sudah cukup, menjadi pengangguran yang tak kunjung dapat panggilan saja sudah berat. Tolong, jangan ditambah lagi dengan pertanyaan-pertanyaan itu atau tuntutan macam-macam.

"Udah ada calon belum? Kok masih jomblo aja?"
Pernahkah kita menguping dari balik pintu kamarnya ketika ia lirih berdoa pada Rabb-Nya? Memohon dikirimkan sosok penyempurna agama. PErnahkah kita lihat riwayat youtubenya yang mungkin berisi kajian-kajian tentang jodoh? Atau pernahkah kita tahu kalau ia diam-diam mendatangi banyak majlis ilmu semata-mata memperbaiki diri dan memantaskan diri untuk Allah? Atau barangkali ia tengah menyusun rencana yang memaksanya menunda kehadiran calon pendamping? Tolong, bertahan dalam kesendirian demi meraih ridha Allah ditengah gempuran foto-foto mesra orang-orang yang belum halal atau kisah-kisah menjemput jodoh orang-orang sekitar saja sudah berat, janga ditambahi pertanyaan-pertanyaan atau tuntutan macam-macam.

"Gimana skripsinya? Lancar?
Pernah skripsian kan? Pernah ngerasain ditanyain semacam itu kan? That's how they feel actually. Apalagi kalau pertanyaan itu muncul pas lagi ada cobaan, entah data hilang, data gak beres, writer's block, ditinggal dosen, dan lain sebagainya. You know how it feels.

Ini adalah pengingat buatku jugaa. Jujur, aku tak bisa tak menanyakan hal-hal itu ke teman-teman dekatku terutama. I always wanna know how's their life. Gak cuma karena kepo. It's just because I literally love them. I want to help them as much as I can. Tapi mungkin aku harus belajar tentang bagaimana cara bertanya yang baik, cara mengajak bertemu yang baik, cara menasihati yang baik, cara menyemangati yang baik. 

Belajar untuk tidak sembarangan menghakimi seseorang hanya dari luar, tetapi juga belajar menerima pertanyaan tanpa menyimpan tanda tanya. Something like that.

A random night
060218 TNG

Komentar