Jogja Sama Dengan Romantis

(dok pribadi, 2017)

Jogja.

Kamu pasti pernah dengar nama kota ini. Kota yang terkenal dengan gudeg dan bakpia pathoknya ini namanya memang sudah kemana-mana. Kota yang biaya hidupnya super murah, kota yang ramah, nyaman, dan menyenangkan.

Tak terasa sudah 4 tahun lebih aku menempati kota ini. Sebagian besar hari-hariku selama 4 tahun ini lebih banyak kuhabiskan di kota ini. Sebenarnya aku tak benar-benar tinggal di kota Jogja, karena sejatinya aku tinggal di pinggir kota Jogja yang secara administrasi masuk Sleman (gak penting). Rasanya baru kemarin aku mengunjungi kota ini hanya untuk wisata atau mampir ke Malioboro sekedar untuk membeli oleh-oleh sepulang ujian Bahasa Inggris di Borobudur. Rasanya baru kemarin aku memohon padaNya agar diizinkan tinggal di kota pelajar ini, bahkan memaksa mendaftar di universitas swasta disini hanya karena ingin tinggal di kota ini. Alhamdulillah, Allah mengizinkanku tinggal disini, menemukan rumah tinggal yang nyaman dan murah di utara kampus, dan kuliah di universitas impianku sejak kecil. Allah juga mengizinkan merasakan bagaimana rasanya berkeliaran seorang diri, menemukan teman-teman dan sahabat-sahabat baik, dosen-dosen cerdas dan baik, serta pengalaman-pengalaman yang tak pernah ku bayangkan akan ku alami. Kota ini pula yang mengantar kakiku melangkah ke kota-kota lainnya. Kota ini, adalah pintu dan awal mula dari diriku yang sekarang ini.

Jogja mengubah banyak hal dari diriku. Diawal masa kuliahku, aku seringkali bergantung pada kakak-kakak kosku, atau teman-temanku. Tapi kemudian aku sadar, orang lain tak akan bisa selalu ada untuk kita, jadi aku berusaha tak lagi bergantung lagi pada orang lain. Aku berusaha untuk bergantung pada diriku sendiri, mengandalkan diriku sendiri. Aku yang dulu penakut yang bahkan untuk ke kamar mandi di rumah sendiri saja selalu minta ditemani, tiba-tiba menjadi seseorang yang hanya dengan bermodal bismillah bisa sampai ke kota orang sendirian. Aku yang dulu selalu pergi diantar jemput ayah atau ditemani teman, tiba-tiba menjadi orang yang suka berkeliaran seorang diri. Bahkan orang tuaku sendiri terkejut dengan perubahan itu, ibuku khawatir karena tahu aku menjadi terlalu mandiri dan enggan meminta tolong, dan ayahku selalu sibuk memantauku lewat sms dan chat WA. Aku juga ingat, dulu sekali aku selalu tak bisa tersenyum dengan baik ketika difoto, dan di kota ini aku bertemu orang-orang yang mengajarkanku untuk tersenyum lebih lebar dan lebih ceria. Demikianlah Jogja mengubahku dan mengajarkanku banyak hal.

Aku mencintai kota ini, karena ia yang membantuku menjadi aku yang sekarang. Aku mencintai kota ini, karena ia yang menjadi saksi langkah-langkah kakiku ketika berkeliaran seorang diri. Aku menyukai shelter trans jogja yang kecil mungil di tepi jalan, menyukai trotoar sempit yang kadang pun tetap dilalui motor,  menyukai jalan Malioboro yang selalu ramai dan sekarang semakin cantik, menyukai  KM 0 yang seringkali ku lewati sambil tersenyum karena melihat banyak momen manis orang-orang, foodcourt Taman Pintar yang selalu jadi tempat kaburku saat setelah kuliah malas pulang ke kos, bus kota yang sepi penumpang, Gramedia Sudirman yang selalu membuatku khilaf, Mirota kampus yang jadi tempatku belanja bulanan, dan tentunya kampusku tercinta (yang banyak nyamuk dan burung cangak), Fakultas Biologi UGM.

Banyak tempat-tempat lain yang pernah ku pijak, tapi tempat-tempat itulah yang paling berkesan. Aku lebih banyak mengunjungi tempat-tempat itu sendirian, tapi rasanya aku baik-baik saja. Bahkan ketika di suatu Malam Minggu aku berada di sudut KM 0 sambil makan cilok sendirian di bawah rintik gerimis, I'm still okay. wkwkwk. Orang-orang mungkin melihatku menyedihkan, tapi sejatinya tak semenyedihkan itu. Aku hanya sesekali berbisik dalam hati, semoga suati hari aku bisa berada disini bersamamu (jodoh halalku hahaha).

Aku lupa ini siapa yang bilang, "Setiap sudut Jogja itu romantis." And yesss, that's true. Seakan-akan di setiap sudutnya aku bisa menemukan cinta (haduh), tapi ini serius. Entah pasangan yang sedang memadu kasih, orang tua yang menghabiskan waktu bersama anak-anaknya, segerombolan anak SMA yang main bareng, pengamen jalanan yang menyanyi sama-sama, atau para solo traveler yang asyik menikmati romantisme Jogja dengan caranya sendiri (this is me! walau gak selalu sendiri sih). Aku melihat cinta, kasih sayang, dan kenyamanan di kota ini.

Mungkin karena itu, banyak orang gagal move on dari kota ini dan selalu ingin kembali kesini. Pun padaku, aku memilih tinggal disini selepas lulus, memang menambah biaya hidup yang dikeluarkan orang tuaku, tetapi aku merasa lebih hidup disini, lebih produktif, lebih bisa melakukan banyak hal, daripada sekedar di rumah. Percayalah, tulisan ini tak akan terbit kalau aku ada di rumah wkwk. 

Jogja, nyaman dan romantis (bahkan untuk seorang single seperti saya) haha. Jogja  itu romantis bagi siapapun yang bisa menemukan keromantisan Jogja. Dan akan lebih menyenangkan kalau kamu punya banyak kenangan disini. 

Jogja, saranghae 💕💕💕💕😍😍😍😍

-fiadesi
YK 201117

Komentar