Dear broken-hearted people, (Tulisan Agak Mikir)

Image result for patah hati
Pic from setipe.com


Dear broken-hearted people,

Patah hati, aku rasa setiap orang pernah mengalami perasaan semacam ini. Patah hati bukan hanya tentang putus dengan kekasih, tetapi bisa karena banyak hal. Ditolak gebetan, ditolak beasiswa, diabaikan, diduakan, ada banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami patah hati. Tapi kenyataannya, patah hati lebih sering diasosiasikan dengan hubungan percintaan (padahal gak juga as  I said ;p)

Ada hal yang tetiba menggelitik pikiranku beberapa hari yang lalu. Adalah status whatsapp seorang sahabatku waktu sekolah yang membuatku tiba-tiba terpikir untuk menulis ini. Dia, di statusnya mengupload sebuh cover novel seorang penulis yang isinya memang membuat 'baper' (bawa perasaan). Di captionnya, dia menulis kalau dia sepertinya akan mulai mengoleksi novel karya si penulis karena tulisannya membuat hati yang sudah patah semakin tertusuk-tusuk. Nah caption inilah yang membuatku tersadar akan sesuatu.

WHY? WHYY? Kenapa ya orang saat sedih termasuk saat patah hati maunya membaca tulisan-tulisan galau atau mendengarkan lagu-lagu sedih yang malah membuat hati semakin tercabik-cabik? Ini tidak terjadi ke orang lain saja, bahkan aku pun pernah mengalami fase itu. Saat sedih, tetiba teringat lagu yang menurutku pas dengan perasaaanku saat itu. Lagu itu pun diputar berulang kali mengiringi air mata dan menemani hatiku yang sedang patah itu (tsaahh). Padahal kalau dipikir secara logis, saat sedih harusnya kita melihat dan mendengar sesuatu yang menyemangati atau minimal menenangkan. Kalau lagunya lagu-lagu galau, bagaimana kita bisa bangkit dan move on?

Rasa penasaran ini akhirnya mengantarkanku pada satu artikel di wesite Science Alert. Ternyata ada loh penelitian tentang hal ini. Menurut seorang psikologis dari Curtin University Australia, Adrian North, ada dua kelompok penjelasan mengenai mengapa kita senang mendengarkan lagu sedih, dari segi psikologi sosial dan dari segi neurosains kognitif.

Jika dilihat dari segi sosial psikologi, hal ini bisa terjadi karena ada perasaan lebih baik ketika kita mengetahui ada orang lain yang bahkan kondisinya lebih buruk dari kita. Bukan berarti senang melihat orang lain menderita loh ya, maksudnya kita bersyukur karena kondisi kita ternyata masih lebih baik daripada yang lain. Proses ini dikenal dengan istilah downward social comparison. Hipotesis lain dari segi ini yaitu orang akan mendengarkan musik yang mencerminkan kondisi kehidupan mereka saat ini, lagu lagu berperan sebagai garpu tala untuk kondisi mereka sendiri dan beresonansi bersama mereka.

Dari segi neurosains kognitif,  yang menurut North lebih meyakinkan, hal ini terpusat pada neurosains dan proses-proses kimia yang terjadi dalam pikiran kita. Sejumlah peneliti berpikir bahwa musik melankolis terkait dengan hormon prolaktin, suatu hormon yang menahan perasaan sedih. Selain itu, mendengarkan musik juga diketahui dapat merelease dopamin pada puncak emosi tertentu dan ini dapat menjadi sumber mengapa kita memperoleh kesenangan atu kenyamanan ketika mendengar nada-nada sedih.


Penelitian lain (yang menurutku lebih mudah dipahami) menyebutkan bahwa seseorang mempunyai kecenderungan untuk mendengarkan lagu-lagu yang sesuai dengan pengalaman mereka saat itu. Peneliti menyebutkan bahwa preferensi musik kita menunjukkan betapa sosialnya kita, musik yang ingin kita dengar menyerupai orang yang ingin kita bersamai. sedangkan musik yang kita suka dengarkan dipengaruhi bagaimana kita diperlakukan oleh orang lain. Mendengarkan musik sesuai mood kita akan membuat kita merasa dipahami secara mendalam. Perasaan dipahami ini akan memberikan suatu hasil yang akan mengarahkan kita untuk bisa move on dari perasaan sedih yang dirasakan saat itu.

Sejujurnya, aku sendiri masih belum begitu paham saat membaca artikel-artikel yang ku temukan (plus jurnal-jurnal panjang berbau biopsikologi plus berbahasa inggris yang belum kelar dibaca dan dipahami), jadi yang kutuliskan diatas hanyalah sebagian kecil dari pemahamanku. Setidaknya setelah membaca beberapa artikel itu, rasa penasaran ini terjawab sudah haha. Dan terimakasih untuk seorang teman mahasiswa psikologi yang mau direcoki tengah malam dan membantu memberi pencerahan pada otakku yang mulai butuh direcharge wkwkwk. Nanti kalau sudah lebih paham, insyaAllah hal ini bisa kutulis lagi dengan bahasa yang lebih understandable haha.

Jadi, kalau aku, kamu, kita semua sedang merasa patah hati, sedih, tak apa jika ingin mendengarkan lagu-lagu melankolis atau lagu-lagu galau. Tapi jangan terus menerus, ingat untuk segeera bangun dari kesedihan. Life must go on, guys! Bahkan jika kamu ditinggal pacarmu, ditinggal orang-orang kesayanganmu, atau kamu gagal mendapatkan yang kamu inginkan, percayalah bahwa kamu akan baik-baik saja. Bahwa seiring waktu, luka-luka dan kesedihan akan sembuh secara perlahan dan kamu akan baik-baik saja. Kamu akan bisa tersenyum lagi, tertawa lagi, hidup sebagaimana biasanya. Dan jangan lupa bahwa sesedih-sedihnya kamu, seefektif apapun musik memahamimu, ingat bahwa yang paling paham akan diri kita adalah Allah. Berdoa dan bercerita padanya bisa jadi alternatif pertama jika kamu ingin didengarkan tanpa ingin diinterupsi. Ada pula al Quran, obat hati terbaik sepanjang masa. Apalagi kalau mendengarkan tilawah Quran yang nadanya indah-indah, percayalah kamu akan merasa lebih baik setelahnya (Lah ceramah? Bukan atuh, ini nulis buat ngingetin diri sendiri juga soalnya sering khilaf ndengerin kpop mulu 😭 #curcol)

Dear broken-hearted people, semangaattt!!!

NB. Yang ingin baca artikel aslinya bisa klik disini  dan disini . Ada juga jurnal-jurnalnya, itu bisa diklik di artikelnya langsung.


-fiadesi
270817 YK
12:44 AM.

Komentar