Rindu : hanya diriku kah?

Pics by fds
 
Aku sudah hampir tertidur ketika pintu kamarku tiba-tiba diketuk. Tanpa perlu berpikir lama, aku tahu siapa yang akan muncul di ambang pintu. Sedetik kemudian, wajah familiar itu melongokkan kepalanya di sela pintu. Perempuan itu lagi. Ya, perempuan yang sudah ku kenal lamaa sekali. Dia masuk ke kamarku dan menutup pintu, tanda kalau apa yang ingin ia katakan adalah rahasia. Rahasia antara dia, aku, dan tulisan ini. Ku lihat ia menggenggam sebuah benda di tangannya. Benda yang beberapa waktu lalu sempat kulihat tergeletak begitu saja di sudut kamar, tapi di hari berikutnya ku lihat benda itu kembali duduk manis di sisi tempat tidurnya. Apa lagi yang terjadi dengan perempuan ini? Aku bertanya-tanya sendiri.

Perempuan itu duduk di hadapanku lalu memeluk benda kecil di tangannya. Ku amati matanya, sepertinya aku bisa membaca sedikit kegundahannya. Aku tersenyum, mengisyaratkan kalau ia boleh menggangguku dengan celotehannya sebanyak apapun itu.

"Hei, apa hanya aku...?" tanyanya mengawali cerita. Aku diam menunggu kelanjutan kalimatnya. "Apa hanya aku yang merasa rindu seperti ini?" ia melanjutkan dengan suaran sayu. "Kau tahu beberapa waktu lalu aku baik-baik saja. Semua baik-baik saja, tapi tiba-tiba rindu itu kembali tanpa aba-aba. Tahu-tahu ia sudah menggunung sedangkan aku tak bisa apa-apa untuk meredakannya. Rindu ini, aku sesak menanggungnya sendirian. Tapi diungkapkan pun tak ada gunanya bukan?" ceritanya mengalir tanpa ku minta.

"Hanya aku bukan yang seperti ini? Aku baik-baik saja di siang hari, tetapi ketika malam datang rindu itu datang menusuk-nusuk. Aku rasa aku tak pernah mengundang rindu itu datang, tapi mengapa ia datang semaunya sendiri? Tidak tahukah aku lelah seperti ini? Hei, jawablah. Aku harus bagaimana?" ia mengakhiri cerita kegundahannya. Aku tersenyum. Sejak awal aku sudah menebak kegundahannya hanya dengan melihat mata dan benda di tangannya.

"Ya. Rindu itu, hanya kau saja yang merasa," jawabku tegas. Ia menatapku sedih. "Sudah kubilang kan? Hanya kau saja yang merasa. Kalau kau merasa rindu itu tak hanya milikmu, kau pasti akan berharap pada sesuatu yang tak pasti dan aku khawatir itu akan menyakitimu. Aku tak melarangmu merindu, karena aku tahu rindu itu tidak ada pada kuasamu. Ia punya kuasa sendiri untuk datang dan pergi, setidaknya menurutku seperti itu. Jadi merindulah sepuasmu, bahkan jika kau menangis karena rindu, aku tak melarangmu. Kau bebas merindu selama yang kau mau. Tapi ingat, merindulah dalam diam, tak usah kau katakan. Mengatakannya pun ku pikir tak akan mengubah apapun dan hanya menempatkanmu pada posisi sulit. Jika rindu itu datang, biarkan saja. Tak perlu kau tahan atau kau usir paksa, karena semakin kau usir ia akan semakin kuat menyerang. Biarkan ia pergi terabaikan oleh waktu dan kesibukan yang nantinya akan datang padamu. Kau mengerti bukan?" aku mengakhiri ocehan panjangku. Perempuan itu menunduk, ia menatap benda di tangannya lalu beralih menatapku.

"Baiklah, aku mengerti. Aku hanya perlu percaya bahwa rindu ini bertepuk sebelah tangan bukan? Agar harapan yang kau khawatirkan itu tak tumbuh semakin subur. Aku hanya perlu membiarkan rindu ini pergi dengan sendirinya karena ia telah bosan tak ku tanggapi, begitu bukan?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk. Gadis itu tersenyum kecil, ada sedikit getir di senyum itu. Ia bangkit dari hadapanku.

"Hei, kalau rindu ini mengganggu lagi aku boleh mengusikmu lagi kan?" tanya perempuan itu.

"Tentu saja. Datanglah kapanpun kau butuh, datanglah dengan apapun kegundahanmu. Kau tahu pasti, bahwa hanya aku yang memahamimu paling baik setelah DIA. Jadi, datang saja padaku sesukamu," tegasku. Dia tersenyum, mulutnya tak mengucapkan terimakasih, tapi matanya bicara. Ia keluar dari kamarku dan aku yakin setelah ini ia akan tertidur sambil memeluk benda itu. Aku pun segera merebahkan diriku lagi, menarik selimut, memanjatkan doa, dan bersiap tidur membersamai perempuan tadi.

"Hei, maaf jika aku terlalu tegas. Tapi kau tahu, rindu itu tak perlu kau harap berbalas saat ini. Rindu itu, memang hanya dirimu (sepertinya, karena faktanya hanya DIA yang tahu)".


-fiadesi
160717 00:51 AM

Komentar