Nikah, Segampang Itu kah?

Image result for menikah muslimah
pics via www.buletinislam.com


Sejujurnya, judulnya sedikit aneh, tapi as usual, aku kesulitan menemukan judul yang 'klik' di hati untuk tulisan random ini. Tulisan ini terinspirasi dari obrolan singkat senja tadi antara aku dan salah seorang sahabat dekatku. Singkat cerita, ia sedang bercerita tentang pendapat seorang teman kosnya yang menganggap bahwa sahabatku itu sudah cocok menikah. Tapi pendapatnya itu ditampik mentah-mentah oleh sahabatku. Kira-kira dia bilang begini, "Siap nikah darimana? Kuliah empat tahun aja udah bosen, apalagi nikah yang seumur hidup". Jawabannya lalu kutanggapi kurang lebih seperti ini, "Iya sih, tapi nanti kalau ketemu sama orang yang tepat pasti siap kok dan gak bosen jalaninnya." Dua kalimat simpel dari dua orang berbeda itu terngiang-ngiang di kepalaku dan akhirnya kutuangkan dalam tulisan ini.

Menikah. Aku rasa semua orang ingin merasakannya. Hidup dengan orang yang dicintai dan juga mencintai kita. Siapa yang tidak mau menikah? Apalagi menikah itu menyempurnakan separuh agama, ibadah paling panjang yang di dalamnya banyak pahala bahkan hanya dari hal-hal simpel sesimpel memandang pasangan halalnya. Tapi semudah itu kah? Menurut versiku, tidak.

Tren nikah muda sepertinya booming belakangan ini, belum lagi didukung kampanye lebih baik segera menikah daripada zina lama-lama yang makin gencar digaungkan. Anak-anak muda makin sering dibuat baper dan banyak yang ingin lekas mengakhiri masa lajangnya. Iming-iming kebahagiaan setelah menikah, indahnya pacaran setelah menikah, pasti membuat banyak hati kejang-kejang karena menginginkannya juga. Sayangnya, kebanyakan hal-hal yang diperlihatkan oleh pasangan-pasangan nikah muda itu adalah bagian enak-enaknya saja. Padahal aku yakin, menikah apalagi nikah muda juga punya sisi lain selain sisi enak itu. Orang-orang terlalu fokus melihat sisi enak dan sisi baiknya, hingga lupa sisi-sisi yang lain.

Mereka yang menikah muda, aku rasa sudah mempertimbangkan keputusannya baik-baik. Setidaknya mereka sudah menyiapkan mental untuk bisa hidup bersama dengan orang yang mungkin sangat berbeda kepribadiannya dengan mereka. Setidaknya mereka sudah punya rencana tentang bagaimana mereka akan menafkahi atau jika perempuan merawat seseorang yang berharga di keluarga masing-masing. Aku yakin, mereka sudah jauh lebih matang daripada anak muda seusia mereka kebanyakan karena mereka sudah berani mengambil keputusan besar disaat anak muda seusianya masih takut-takut menjalani komitmen. Kita yang  melihat, kadang lupa dan terlalu asyik baper hingga tak punya waktu untuk mengamati persiapan dan kesiapan mereka menjelang pernikahan mereka. Kita lupa untuk membandingkan kesiapan mereka dengan kesiapan diri kita sendiri karena asyik beranga-angan menikah juga. Kita lupa untuk mengamati diri kita karena terlalu khusyu berharap pasangan seperti yang tampil di media sosial itu.

Menikah, seperti yang dikatakan sahabatku, ia adalah perkara selamanya (harusnya). Sekali akad diucap, akan sulit untuk melepasnya. Melepas akad itu sama saja menjalani perkara yang amat dibenci Allah. Sekali akad diucap, bakti seorang perempuan akan berpindah kepada suaminya. Dan tanggung jawab ayah akan putrinya berpindah ke bahu sang suami. Dan proses akadnya sendiri disaksikan oleh malaikat-malaikat. Begitu beratnya tanggung jawab yang diemban kedua belah pihak baik laki-laki atau perempuan ketika akad diucap. Mereka yang menikah muda harusnya telah memiliki kesiap luar biasa untuk menanggung tanggung jawab sebesar itu.

Menikah, seperti yang dikatakan sahabatku, yang sebentar saja bisa bosan, apalagi seumur hidup. Ketika menikah, artinya siap menjalani hidup dengan orang yang sama bertahun-tahun lamanya bahkan sampai maut memisahkan. Lah memangnya sudah seyakin apa dengan sosok pilihanmu? Memangnya sudah seyakin apa dia padamu? Sekarang mungkin kita yakin, kita percaya kita tak akan bosan dengannya. Ya iya, karena kita hanya melihatnya saat bertemu. Setelah menikah? Bangun tidur, ada dia di hadapanmu. Sepanjang hari kecuali ada urusan tertentu, sosoknya yang kamu temui, bahkan hingga menjelang tidur pun, wajahnya lagi yang akan kita temui. Hal itu akan berulang sepanjang tidak bercerai dengannya. Belum kita harus memasak untuknya, mencuci, menyiapkan pakaiannya, dan melayaninya sebaik mungkin. Hal itu akan terus berulang setiap harinya hingga maut datang. Apakah yakin kita tak akan bosan? Bagaimana jika pada akhirnya bosan? Sudah kah kita memikirkan cara agar kebosanan itu hilang?

Menikah, bukan hanya menyiapkan mental dan juga skill untuk berumah tangga,. Bukan juga sekedar menyatukan dua kepala dan dua keluarga besar. Ia juga tentang menemukan sosok yang tepat untuk diri kita. Menemukan sosok yang kita yakin bahwa kita tidak bosan dengannya, sosok yang kita yakin bahwa meski kita bosa kita tidak akan meninggalkannya atau dia meninggalkan kita. Sosok yang membuatmu ingin menjadi lebih baik terus-terus dan terus bukan karena ia memintamu berubah, tapi karena kamu ingin memberikan yang terbaik untuknya dan diapun berubah karena ingin memberikan yang terbaik untukmu. Juga tentang menemukan sosok yang tak akan pernah kehabisan cara untuk membahagiakan kita dan membuat kita ingin terus membahagiakannya. Sosok yang meskipun kebosanan menghampiri, ia akan berusaha menemukan cara untuk melenyapkannya dan tetap dengan kita. Dan yang terpenting adalah sosok membawa kita lebih dekat pada Sang Pencipta. Kalau kata orang-orang di medsos, menemukan seseorang yang bersamanya surga terasa lebih dekat. Ya, sosok yang akan menjadi pasangan sehidup sesurga  kita, bukan hanya pasangan sehidup semati.

Menemukan seseorang itu pasti tidaklah mudah. Jadi kalau masih single, manfaatkan waktu sebaik mungkin. Bukan hanya untuk meningkatkan kualitas diri tapi juga untuk memilah kandidat, menyeleksi calon, yang sekiranya sesuai dengan yang kita butuhkan. Jika kandidat terbaik sudah terpilih, maka giliran lisan kita beraksi untuk menyemogakan dia dalam doa-doa kita yang melangit. Pun jika yang kita semogakan tak kunjung datang, percayalah ada sosok yang tengah menyemogakan kita di dalam doa-doanya.  Jika pun pada akhirnya dua orang yang ditakdirkan bersama sudah saling menemukan, cinta yang ada aku rasa belum cukup kuat untuk menjadi dasar menikah.

Seperti yang banyak orang bilang, bahwa menikah itu tidak bisa hanya bermodal cinta, tidak juga hanya bermodal uang, paras,  atau bahkan kedudukan. Menikah yang utama harus dimodal iman dan taqwa, juga keikhlasan dan rasa sabar dan syukur plus ridha orang tua. Jika keempat hal itu sudah menjadi dasar utama terjadinya pernikahan, aku rasa semuanya akan baik-baik saja.

Menikah. Singkat akadnya, tetapi tanggung jawab dipikul hingga akhirat
Persiapkan dengan ketat
Genggam ikatannya dengan erat
Jangan kasih kendor!!! hehe

-fiadesi
270717 1:47 AM

Komentar