Memaknai Hidup

photo by : fds

Setiap orang pasti mempunyai cara tersendiri dan berbeda satu sama lain untuk memaknai hidupnya. Ada orang yang memaknai hidupnya dengan belajar agama. Menuntut ilmu agama dari satu pondok ke pondok lain, lalu mengamalkannya dan mengajarkannya pada orang lain. Ada pula orang yang memaknai hidupnya dengan mengejar karir setinggi-tingginya. Seakan-akan karir adalah suatu kebanggaan yang bisa membedakannya dengan orang lain. Ada orang yang memaknai hidupnya dengan menghabiskan waktunya di jalanan. Bepergian dari satu kota ke kota lain, naik turun gunung, dan menyelami kedalaman lautan. Ada orang yang memaknai hidupnya dengan lensa. Mengabadikan momen yang terjadi di sekitarnya. Menangkap cerita dan perasaan melalui gambar. Dan ada pula orang yang memaknai hidupnya dengan tulisan. Menuliskan apapun yang terjadi di sekitarnya, merangkainya dengan huruf dan kata-kata.

Cara seseorang memaknai hidupnya tentunya dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap kehidupan. Orang yang memaknai hidupnya dengan belajar agama biasanya menganggap dunia ini hanya sebagai persinggahan dimana tujuan akhirnya adalah akhirat. Ada yang bisa menyeimbangkan dunia akhiratnya, tapi ada pula yang berat sebelah. Orang yang memaknai hidupnya dengan travelling biasanya menganggap travelling sebagai semacam terapi atau cara untuknya lebih memahami hidup dan menemukan hal-hal baru. Demikianlah, setiap orang akan memaknai hidupnya sesuai cara pandangnya akan kehidupan. Lalu, bagaimana denganku?

Aku sendiri masih bertanya-tanya tentang bagaimana aku memaknai hidupku, apakah ini caraku memaknai hidupku, dan hal-hal semacam itu. Aku belum yakin sepenuhnya, tapi aku percaya jika yang kulakukan saat ini membuatku menemukan berbagai pelajaran tersembunyi dari hidupku, maka itulah caraku memaknai hidup.

Aku suka menuliskan hal-hal yang terjadi di hidupku. Seperti halnya para penulis buku, mereka menuangkan pemikiran mereka lewat tulisan, kadang lewat cerita fiksi yang diselipi pemikiran-pemikiran mereka tentang hidup. Tetapi, dibanding melalui fiksi, aku lebih suka menyampaikan apa yang kupikirkan lewat tulisan-tulisan lugas. Meskipun ada masa dimana aku lebih suka menuliskan ceritaku lewat puisi. Bagiku, tulisan akan mengabadikan kisah. Hal-hal yang terjadi dalam hidup kita, sekuat apapun kita berusaha menyimpannya dalam ingatan, akan ada saat dimana kita melupakannya walau sedikit. Tulisan, akan membuat kenangan-kenangan itu bertahan. Saat kita lupa, kita bisa membuka lagi tulisan kita untuk mengenang peristiwa. 

Jika penulis-penulis buku mengabadikan kisah hanya lewat tulisan, aku lebih suka menambahkan foto di dalam tulisanku. Foto dan tulisan, menurutku itu adalah kombinasi manis yang akan membuat kita mampu mengingat lebih baik saat tiba waktunya kita lupa. Foto akan mengabadikan momen, dan tulisan akan mengabadikan kisahnya. Menggabungkan foto dan tulisan, lalu menambahkan sedikit perenungan setiap peristiwa yang terjadi biasanya membuatku menemukan hal-hal positif, makna tersembunyi dari peristiwa itu. Seperti menemukan hikmah terselubung yang hanya bisa kutemukan ketika mempersatukan foto dan tulisan.

Seperti itulah aku memaknai hidupku. Aku berusaha menemukan potonga-potongan nasihat lewat foto dan tulisan. Ku pikir, pena dan lensa adalah pasangan terbaik yang bisa kugunakan untuk memaknai hidupku. Tentu saja, ini tak berlaku untuk semua orang. Karena sekali lagi, setiap orang punya caranya masing-masing untuk memaknai hidupnya. Jadi, pilih sendiri cara dan alatmu untuk memaknai hidupmu.

Bahwa setiap peristiwa pastinya selalu menyimpan hikmah. Selalu ada alasan peristiwa itu terjadi. Kita lah yang harus menemukan hikmahnya. Menemukan sisi positifnya untuk dijadikan pelajaran. Kitalah yang harus peka menemukan alasannya. Agar kita bisa mensyukuri peristiwa tanpa perlu berkeluh kesah -fiadesi-

Komentar