Nasib Si Rumput Liar

 
Dan entah untuk yang keberapa kalinya
aku kembali menjadi bayang tak berujud
Nampak namun hanya sebatas semu

Kupikir aku yang pertama melihat mereka
Sosok-sosok yang kukagumi
Sosok-sosok yang aku ingin dekati
para kumbang-kumbang jantan

Tapi kenyataannya aku selalu kalah
Mawar-mawar di sekelilingku pun menatap pada sosok yang sama
Mengharap sosok yang sama

Dan pada akhirnya,
Mawar-mawar itulah yang nampak di mata mereka
Sementara aku hanya terabaikan
Tetap berada disana menjadi saksi setia atas setiap sandiwara
entah yang berakhir bahagia atau penuh air mata
Aku hanya menjadi pendengar yang diludahi kata-kata
ketika mawar-mawar itu ramai berceloteh tentang para kumbang

Aku ingin marah, aku ingin kecewa,  aku ingin mengadu pada Rabb
Mengapa? Mengapa aku harus menjadi rumput liar?
Menjadi sosok yang meski mekar tetap tak terlihat
Diabaikan begitu saja padahal dia ada disana
Mengapa, Rabbi?

Tetapi aku mengerti
bahwa amarahku tak kan seketika mengubahku menjadi mawar
bahwa kecewaku tak lantas menjadikanku bunga bermahkota menawan
bahwa aduanku tak lantas membuatku tak terabaikan

Aku hanya perlu lebih mengerti
Bahwa Rabbi tak pernah salah menempatkanku
Aku menjadi rumput liar yang istimewa
karena hanya makhluk tertentu saja
yang mengerti akan keindahanku
karena hanya makhluk istimewa saja
yang mampu melihat pantulan kecantikanku

Aku memang hanya rumput liar
yang bahkan mekarnya tetap tak terlihat
Tetapi aku pun makhluk Rabbi
Kelak kau akan mengerti, bahwa tidak ada makhlukNya
yang diciptakan sia-sia


@ruang jiwa, 010615
Yogyakarta

Komentar