Sepenggal Kisah 2 : Ketika Dia Pergi

Kupikir kematian itu telah terjadi
ketika aku memutuskan berhenti menangisinya
Kupikir kekosongan itu telah berhasil kucipta
ketika aku memutukan menyamarkan namanya disini

tetapi nyatanya
dia mengcengkeram hati terlalu erat
dia merasuk hingga ke sawar-sawar di sekujur tubuhku
dia menelusup hingga ronga-rongga terkecil dalam ragaku


sementara hari terus berganti
tinggal berhitung bulan
hingga mungkin dia kan segera berlalu
beranjak menapaki jembatan mimpi yang telah dibangunnya
tinggalkan gedung tua tempat aku melihatnya pertama kali

sementara di hadapanku
lembar-lembar itu mulai berukir namanya
lembar-lembar itu berceloteh tentang dia
lembar-lembar itu mulai sibuk berlomba
mengeja kata merangkai cerita
dan semuanya bertema dia

aku bertanya-tanya pda diriku sendiri
mungkinkah kelak dia tersadar?
bahwa ada mata yang selalu mengekori langkahnya
bahwa ada telinga yang selalu menajamkan diri
meski yang terdengar hanya desah nafasnya
bahwa ada jemari yang senantiasa menari di atas kotak-kotak persegi
demi memerangkap seuntai cerita singkat tentang dia
bahwa ada sosok yang selalu jeli mencari sosoknya
diantara ratusan kepala dalam gedung tua itu
yang hanya bisa menunduk dalam-dalam ketika akhirnya bersua
menyimpan dalam-dalam senyumnya sambil berjalan pergi
serta merapal doa demi menenangkan batinnya yang bergolak

lalu, ketika dia pergi, apa yang kan ku lakukan?
menatapya dari jauh sembari mengirim doa
atau mendekat dan mengucap selamat
entahlah. barangkali ketika hari itu tiba, aku hanya akan bersembunyi
atau malah telah lupa
karena rasa yang mati tanpa pernah kusadari


@ruang jiwa, 191014
~Ashfia Desi Rahmalina~

Komentar