Terimakasih :)

Aku masih ingat ketika beberapa bulan lalu
aku mulai menangisimu
aku mulai mengindarimu
memalingkah wajah ketika bertemu muka denganmu
meski tanpa sengaja
sekeras usahaku, aku menahan semuanya
sendirian tentu saja
tanpa seorang pun tahu bahwa aku tengah memendam rasa
bahkan kerap kali aku menguras bulir-bulir air dari bola mataku
merintih dibalik dekapanku pada tubuhku sendiri
memohon kepada Yang Kuasa di sela-sela sujudku
bahkan kupinta padaNya agar rasa itu dienyahkan saja
jika itu hanya menjadi duri yang menyakitiku ketika melangkah
bahkan kukatakan padaNya agar mencabut saja seluruh rasa yang ada biar aku tenang
dan begitulah, berhari-hari kemudian setelah aku menghabiskan seluruh air mata yang kupunya saat itu, Dia mulai menunjukkan perubahan dalam diriku. Perlahan debaran itu mereduksi. Perlahan perasaan-perasaan aneh yang mengobrak-abrik seluruh fokusku saat melihatnya, mereda perlahan. Dan di hari itu, aku memutuskan untuk mengucap selamat tinggal, meski dia tak pernah menyambutku dengan selamat datang.

Senja itu, ketika mendung bergelayut mesra kepada lazuardi. Dari balik jendela bus yang akan membawaku ke suatu tujuan, aku mengamatinya. Dia, yang mengenakan baju koko putih berdiri di dekat pos satpam. Dalam hati aku menyebut namanya beberapa kali, lalu dengan kata yang tanpa suara, aku ucapkan selamat tinggal padanya. Dia mungkin tak mendengar, dan aku memang tak berniat memperdengarkannya. Karena sampai detik itu, hanya aku dan Tuhanku yang tahu cerita itu. Ya mulai saat itu, dia adalah bagian dari kenangan. Meski setiap berjumpa dengannya aku masih memperhatikannya, tapi debar itu telah tiada. Aku kembali pada hidupku, menjalani hari dengan tenang. Menjumpai siapapun tanpa rasa apapun. Semuanya baik-baik saja dan tak ada luka tersisa. Aku berhasil melewati masa itu dengan baik.

Dan berbuan-bulan setelahnya, kenangan itu terbuka kembali. Entah bagaimana awalnya, lisanku ini mulai berkisah tentang dia. Pada seseorang yang kutahu bisa menjaga amanah. Awalnya aku hanya berkisah tentang kenangan itu, namun mengisahkan kenangan sama saja membuka kenangan itu sendiri. Ya, kenangan itu seumpama folder di komputer, yang bisa kita akses kapan saja ketika kita membutuhkannya. Dan membuka kenangan, meski hanya melihat bayangnya, ternyata mampu menumbuhkan kembali rasa yang awalnya sudah kuanggap mati. Lebih tepatnya kupaksa mati. Mulai saat itu, debaran itu kembali. Harapan-harapan untuk bertemu mulai bermekaran. Dan ketika harapan itu diijabah, maka berbaris-baris kalimat mengalir, terangkai membentuk seuntai kisah yang ingin kurapikan dalam sebuah catatan panjang.

Kemudian, beberapa setelah waktu berlalu. Hati itu kembali kehilangan getarannya. Harapan bersua semakin menciut seiring berjalannya waktu. Meski ketika itu terjadi, hati masih saja meminta untuk melihatnya walau sekedar lewat ekor mata. Ah, entah apa maksud Allah dengan semua ini. Hati ini memang milikNya seutuhnya. Barangkali dia hanya ingin aku belajar tentang bagaimana mengelola rasa. Kini, aku membiarkan rasa itu tetap ada meski tersamarkan oleh sejuta rasa yang lain. Biarlah rasa itu menjadi satu inspirasi yang memberi jiwa pada setiap tulisanku. Dan kelak, jika tulisan-tulisan ini mampu menginspirasi, barangkali inisialnya akan menghiasi sampul depannya. "Terimakasih atas segala inspirasinya, _A_"

YK, 251114


Komentar